Jumat, 18 Mei 2012

Kebebasan Beragama di Aceh Singkil Jangan Dihambat

Apakah ada Kaitannya dengan Pilkada Tanggal,9 April  2012  Lalu ? .....

SIRA - DAIRI :
   Didunia ini tidak ada yang sempuna,maka Repubelik Indonesia kita ini telah  mengakui  5 Agama, dan hal itu tidak bisa ditawar-tawar lagi, Sedangkan agama yang diakui direpubelik kita ini ,yaitu  Islam,KristenProtestan,Katolik,Budda dan Hindu. Sementera  ada juga aliran kepercayaan,dianut,tentu tidak bisa dilarang, sepanjang tidak menyalahi aturan dan peraturan / undang-undan di repubelik kita ini .
  Itulah penuturan Tokoh Pemuda Pakpak selaku Ketua Dewan Pimpinan Pusat Komite Nasional Pemuda Pakpak Indonesia (DPP-KNPPI) K.Tumangger  dalam komentarnya kepada  wartawan SKU-SIRA Rabu/15/5-2012  di Sidikalang Kabupaten Dairi Propinsi Sumut.
KiSangat disayangkan sekali yang terjadi di Aceh Singkil adanya penutupan/penyegelan gereja  .Dan menolak sikap Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Singkil yang melakukan penyegelan terhadap 16 rumah ibadah, yakni 15 gereja dan satu rumah ibadah aliran kepercayaan PAMBI (Persatuan Agama Malim Baringin Batak Indonesia) pada tanggal 1 Mei 2012 dan 3 Mei 2012.

"Kami mendapat informasi dari masyarakat bahwa Pemkab Aceh Singkil melakukan penyegelan terhadap 16 rumah ibadah yakni 15 gereja dan satu rumah ibadah aliran kepercayaan PAMBI.
Tindakan tersebut adalah bagian dari upaya Pemkab Aceh Singkil untuk membongkar secara paksa dan sepihak rumah ibadah yang dianggap bermasalah perizinannya," ujar Ketua KNPPI.
. Mencermati peristiwa itu dengan isu penegakan hukum dan HAM, demokratisasi, dan pluralisme secara tegas menolak segala bentuk diskriminasi dan pembatasan kebebasan beragama dan beribadah.
Sebab, kebebasan beragama dan beribadah merupakan bagian dari hak asasi manusia yang berlaku secara universal dan tidak bisa dibatasi oleh siapapun..
Dan  jelas dijamin keberadaannya dalam dalam Pasal 28 ayat (1) dan (2) UUD 1945  jo Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 jo. Pasal 22 Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia jo. Pasal 18 UU. No. 12 Tahun 2005 Tentang Ratifikasi Kovenan Hak-Hak Sipil dan Politik jo pasal 18 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM).
"Kebijakan Pemkab Aceh Singkil beserta jajarannya yang melakukan penyegelan dan pembongkaran terhadap rumah ibadah jelas telah melanggar hak asasi manusia yakni hak atas kebebasan beribadah, beragama atau berkeyakinan sebagaimana diatur jelas dalam aturan-aturan tersebut," urainyan.
  Di sisi lain, dia mengatakan, bahwa pendirian rumah ibadah harus disertai izin mendirikan bangunan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Namun keliru jika dasar hukum yang digunakan adalah hanya berdasarkan telah adanya perjanjian sebelumnya yakni perjanjian yang dibuat pada tahun 1979 kemudian diperkuat dalam Pernyataan Bersama Umat Islam dan Kristen tahun 2001 yang mengharuskan umat Kristen hanya bebas mendirikan 1 gereja dan 4 undung-undung (rumah ibadah kecil sejenis mushola pada umat Islam). Perjanjian tersebut selain diskriminatif, intoleransi dan bertentangan dengan konstitusi dan HAM karena dalam implementasinya ternyata selain membatasi pendirian gereja, juga adanya pelarangan kunjungan rohaniawan Kristen (pastor/pendeta) ke wilayah Aceh Singkil untuk melaksanakan tugasnya.
   Selain itu, perjanjian tersebut pun sebenarnya sudah tidak kontekstual dengan perubahan sosial terutama jika dilihat dari pertambahan jumlah penduduk yang beragama Kristen telah mencapai sekitarr 1500 kk di berbagai desa.
   Artinya  kalaupun  ada penolakan dari sekelompok warga yang tergabung dalam ormas tertentu, pemerintah seharusnya memberikan pemahaman terhadap masyarakat yang menolak berdirinya rumah ibadah untuk bisa menerima perbedaan agama atau keyakinan. Bila tidak bisa diberikan pemahaman, maka pemerintah daerah seharusnya melakukan penegakan hukum kepada sekelompok warga yang memaksakan kehendak dan kepentingannya kepada pihak lain.
   "Pemerintah seharusnya tidak bisa didikte atau dikendalikan oleh kelompok-kelompok masyarakat yang anti toleransi dan HAM,..
Apalagi,  jemaat gereja dan penganut kepercayaan yang rumah ibadahnya disegel secara sepihak  selama ini tidak terbukti melanggar keamanan, ketertiban, kesehatan, moral publik, dan Hak-hak dan kebebasan mendasar orang lain sebagaimana telah diatur di dalam undang-undang Nomor 12 Tahun 2005 hasil Ratifikasi Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik terutama pasal 18 ayat (3).
    Oleh karena itu, Pemkab Aceh Singkil segera menghentikan tindakan penyegelan dan pembongkaran sepihak terhadap 16 rumah ibadah di Kabupaten Aceh Singkil.
Pemkab kiranya mencabut perjanjian yang dibuat pada tahun 1979 kemudian diperkuat dalam Pernyataan Bersama Umat Islam dan Kristen tahun 2001 yang berisi,  umat Kristen hanya bebas mendirikan 1 gereja dan 4 undung tegasnya.
Apakah ada kaitannya dengan Pilkada Aceh Singkil
Apakah ada kaitannya dengan Pilkada Aceh Singkil yang dilaksanakan pada tanggal 9 April 2012 yang lalu ?.
   Mudah-mudahan hal itu tidak ada kaitannya tentang penutupan/penyegelan gereja disana,karena tidak logika bila dikait-kaitkan sampai disana,dan pemikiran seperti itu tidak profefesional alias intlektual rendah,dan boleh dikatakan bagaikan katak dalam tempurung.Dengan bahasa Pakpaknya dikatakan “ianggapmo duniana naingo Aceh Singkil i”.
Dan diharapkan kepada warga Aceh Singkil(Tanoh Pakpak Silima Suak Boang)  tersebut kiranya menjalin kerjasamasama dengan sesame Pakpak yang ada disana.Dan jangan pisahkan perbedaan Agama,tapi satukanlah presepsi dengan Suku Pakpak yang ada di Aceh Singkil.
      Dan jangan mau dipengaruhi dengan pihak orang lain,atau suku orang yang pendatang tegas Ketua DPP-KNPPI K.Tumangger yang kebetulan putra Pakpak yang berasal dari Aceh Singkil,sambil mengakhiri percapannya dengan wartawan SKU-SIRA.(SR=01)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar