Senin, 28 Maret 2011

Membayangkan Mentalitas Para Koruptor

Oleh : Koting Tumangger,Sm.PAK
Add caption
Ketika penulis membayangkan naik dalam satu puncak yang tinggi sekali dan menatap keseluruh penjuru,maka begitu indah rupanya alam repubelik kita ini,sambil berenung dan berangan-angan.
Dimanan dalam angan-angan itu terbayang untuk keinginan,bila seandainya tidak ada keserakahan, keegoisan bagi manusia itu sendiri apalagi kepada sipemegang tampuk kekuasan ,tentu kemakmuran, kesejahteran, keadilan pasti akan semua menikmati dengan suka cita.


Dijaman sekarang sering kali kita mendengar dan melihat dimedia elktronik termasuk telivisi dan media cetak banyak yang berkomentar, baik itu dari kalangan politisi,para LSM,para jurnalis, serta para tokoh mendengung-dengungkan untuk pemberantasan korupsi,karena korupsi adalah sebagai musuh bangsa direpubelik ini.
Sipelaku korupsi itu sendiri cermin mentalitas orang yang bobbrok , tetapi juga termasuk tindakan orang kalah, orang yang cepat menyerah, orang berpikir pendek dan superpragmatis. Mentalitas korupsi melebihi mental pencuri konvensional. Penjahat kerah putih (white-collar crime), lebih canggih ketimbang jambret di pinggir jalan.
Istilah penjahat kerah putih dipopulerkan oleh Edwin Sutherland (1939) sebagai “a crime committed by a person of respectability and high social status in the course of his occupation”( “ suatu kejahatan yang dilakukan oleh seseorang dari kehormatan dan status sosial yang tinggi selama penempatan/pendudukan nya”.)
Cara mereka beroperasi tidak konvensional, lebih interpersonal, dan butuh keahlian tingkat tinggi. Bandingkan coba dengan istilah “maling ayam”, atau “maling sandal”, lebih keren mana?
Yang maling ayam atau maling sandal itu, karena terlalu fisikal, masuk ke kategori penjahat kerah biru, merujuk definisi berikut “blue-collar crime tends to be more obvious and thus attracts more active police attention (e.g. for crimes such as vandalism or shoplifting, where physical property is involved)”.(kejahatan pekerja kasar menuju ke untuk lebih jelas nyata dan [dengan] begitu menarik perhatian polisi yang lebih aktip ( e.g. untuk/karena kejahatan seperti sifat suka merusak atau shoplifting, di mana sifat fisis dilibatkan)”.
Banyak yang tak jujur dengan menjarah harta negara, menjarah hak rakyat. Itulah yang menyebabkan Indonesia terhambat kemajuannya.

Saya mengatakan soal maling atau lebih canggih lagi koruptor sejak dulu ada. Seperti novelnya Sunaryo Basuki Ks, “Maling Republik”, bahkan pada zaman revolusi pun ada yang berprofesi maling. Walaupun, maling dalam novel itu kemudian tobat dan berjuang untuk Republik.
Dari situ setidaknya ada tiga hal menarik: (1) malingnya itu sendiri ; (2) proses pertobatannya ; dan (3) kaitannya dengan kepentingan nasional. Ada proses transformasi dari maling untuk perut sendiri ke perjuangan untuk kepentingan nasional yang lebih luas.
Penulis tidak tidak mengajurkan agar ada banyak Robin Hood atau Berandal Lokajaya atau tokoh-tokoh dalam legenda pencuri yang berhati mulia, karena membagikan barang curiannya ke rakyat miskin. Dalam pemahan penulis,bila mau memberi sesuatu kepada rakyat yang miskin harus tidak dengan mencuri,betapapun sistemnya membuat peluang untuk mencuri sangat terbuka.
Kalau mau kasih ke orang, mending dari uang hasil kerja kita, keringat kita. Kerja secara benar dan wajar. Bukan kerja yang merendahkan harga diri atau sebaliknya terlalu percaya diri untuk berbuat tak senonoh dan tidak wajar.
Bagian yang menarik justru adalah kisah-kisah transformatif: pertobatan mantan pencuri yang kemudian berbalik menjadi sosok yang gemar berbuatbaik ditengah-tengah masyarakat tanpa berbuat jahat seperti korupsi yang merusak bangsa,bahkan merusak mentalitas sipelaku korupsi tersebut.
Penulis telah membayangkan oknum-oknum koruptor telah mempergunakan hasil korupsinya untuk dibagi-bagikan kepada anak isterinya hasil korupsinya itu,dan kadangkala sikoruptor itu dengan bangganya memakai hasil kejahatannya itu untuk dipamerkan kepada publik,dan seolah-olah sipelaku korupsi itu kehebatan dan kepintarannya untuk meraup untung dari hasil kejahatannya.
Penulis juga membayangkan bahwa harga dirinya tidak adalagi dimata masyarakat sekelilingnya bila sudah terjerat diranah hukum alias masuk penjara,maka sirnalah hasil korupsinya itu sendiri.
Dan kejadian itu sudah banyak kepada para pejabat direpubelik ini,bahkan yang paling sadis lagi adalah kepada para oknum penegak hukum yang kena hukum akibat terkena korupsi.
Semoga tulisan ini dapat dipahami bagi orang yang ingin memahami dan peduli, supaya repubelik kita ini dapat teratasi krisis yang cukup berkepanjangan ini. Oke....(***)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar