Oleh : Koting
Tumangger,Sm.PAK
Ambisi, menurut kamus Webster, adalah sebuah dorongan yang
kuat untuk mencapai ranking, ketenaran, kehormatan dan kekuasaan; keinginan
untuk mencapai tujuan tertentu keinginan yang kuat untuk meraih suatu kemajuan,
kedudukan yang lebih tinggi, atau keinginan lain yang lebih luas. Ambisi adalah
suatu driving force yang membuat manusia mampu meraih apapun.
Bukan tidak ada keambisian itu ada sisi positifnya , tetapi
juga bisa bersifat negatif. Seorang psikolog juga mengatakan,seperti Zig Ziglar
disebutkan bila belas kasihan (compassion), kebijaksanaan dan integritas
menjadi bahan bakarnya, maka ambisi akan menjadi suatu kekuatan yang luar biasa
untuk kebaikan.
Sebaliknya, bila ‘dikendarai’ oleh ketamakan, keserakahan dan nafsu untuk meraih kekuasaan, ambisi akan
menjadi tenaga destruktif yang menghasilkan kerusakan yang parah-pada pribadi
yang berada di bawah cengkeramannya, maupun pada orang-orang di sekelilingnya.
Ambisi bisa membangun atau menghancurkan kita,sebut Zig Ziglar.
Apalagi kalau yang sekarang di repubelik kita ini yang
sering terjadi di tengah-tengah kisruhnya politisi kita ,dan terlebih di
internal dalam birokrasi repubelik kita yang saat ini berkecamuk permasalahan
tentang korupsi,balas dendam bila dia sebelumnya tidak didukung secara nyata yg
dilihat oleh mata kepalanya sendiri,padahal dibirokrasi itu tidak boleh memihak
kepada siapapun dalam suatu pilkada,atau dalam pemilu lainnya, dan seorang
birokrasi itu harus Independen.
Tetapi anehnya bila seorang politisi pemenangnya dalam arena
itu,lebih banyak sisi negatifnya yg dilakukan,dalam istilah jaman kita sekarang
“balas dendam” . Dan dapat kita
contohkan yang terjadi direpubelik ini,
bila seorang Kepala daerah sudah duduk di kekuasaannya,maka dia
melakukan mutasi,apalagi dibuat secara besar-besaran tentang mutasi terus
menerus digulirkan. Sehingga iklim kerja yang kurang sehat,dan dihantui dengan
rasa ketakutan oleh bawahannya.
Kekuasaan dalam batas tertentu tak sama halnya dengan
kekuatan. Bagi yang sedang berkuasa, suaranya saja bisa menggerakkan
banyak orang, menghasilkan banyak bangunan, menghasilkan harta berlimpah, dan
juga memunculkan keadilan. Itulah sebabnya, orang tua pun bisa lupa pada
usianya dan orang lemah lupa pada kelemahannya, ketika muncul ambisi meraih
kekuasaan. Padahal, tak sedikit orang yang meskipun sedang memegang
kekuasaan masih tak berdaya.
Sebahagian pemegang kekuasaan tak berdaya menciptakan kemakmuran, keadilan, dan kepedulian bagi rakyatnya. Rakyat hidup tak terperhatikan, sehingga hidup bagaikan tanpa pemimpin. Inilah keadaan yang sangat dikuatirkan oleh para pemegang kekuasaan beriman.
Ada juga pemimpin yang tak berdaya menghadapi ketidakmampuan dirinya sendiri. Sudah tak mampu, pendapat orang lain pun tak mau didengar. Akibatnya, pemimpin menjadi sumber malapetaka bagi rakyatnya.
Sebahagian pemegang kekuasaan tak berdaya menciptakan kemakmuran, keadilan, dan kepedulian bagi rakyatnya. Rakyat hidup tak terperhatikan, sehingga hidup bagaikan tanpa pemimpin. Inilah keadaan yang sangat dikuatirkan oleh para pemegang kekuasaan beriman.
Ada juga pemimpin yang tak berdaya menghadapi ketidakmampuan dirinya sendiri. Sudah tak mampu, pendapat orang lain pun tak mau didengar. Akibatnya, pemimpin menjadi sumber malapetaka bagi rakyatnya.
Orang-orang berdasarkan ambisi meraih suatu kekuasaan
didaerah itu sendiri tapi tak dikelola sesuai amanah, akan menjadi penyesatan
secara dahsyat.
Ambisi boleh,tetapi jangan ambisius,sebab ambisius sudah
dianggap berlebihan,dan tindakannyapun berlebihan yang tidak memakai logika
secara naluri,alias memakai hati nurani.
Semogalah repubelik ini akan lebih baik kedepan,dan
kesadaran seseorang yang memegang
kekuasaan bukan berdasarkan keambisian
secara negatif. ***
……………………………………………………………………………
Tidak ada komentar:
Posting Komentar